Nats Alkitab Pembuka
"Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia." — Kolose 1:16-17
Saudara-saudaraku yang Kekasih dalam Kristus,
Kita telah tiba di penghujung tahun ini. Saat kita melihat kalender yang menipis, seringkali kita hanya menghitung untung-rugi, kesuksesan karier, atau pencapaian pelayanan. Namun, sebagai umat yang ditebus, mari kita berhenti sejenak dan memandang dunia ini melalui kacamata Kedaulatan Allah.
Tahun ini, kita hidup dalam dua "alam" yang beriringan: Alam Ciptaan (Ekologi) tempat kaki kita berpijak, dan Alam Maya (Digital) tempat pikiran kita sering berkelana. Kristus adalah Tuhan atas keduanya.
Dalam tradisi Reformed, kita mengenal istilah Mandat Budaya (Cultural Mandate). Ini adalah perintah Allah di Kejadian 1:28 untuk mengelola, merawat, dan mengembangkan potensi bumi bagi kemuliaan-Nya. Hari ini, mari kita merenungkan apakah kita sudah menjadi pengelola yang setia atau justru menjadi perusak yang serakah.
1. Refleksi Ekologi: Alam Semesta sebagai Teater Kemuliaan Allah
John Calvin, bapak reformasi kita, pernah berkata bahwa alam semesta ini adalah "Theatrum Gloriae Dei" (Teater Kemuliaan Allah). Hutan hujan tropis di Kalimantan, lautan biru di Maluku, hingga pegunungan di Papua, semuanya sedang "berkhotbah" tentang keagungan Tuhan.
Namun, Saudara, bagaimana kita memperlakukannya tahun ini?
Kita sering jatuh ke dalam dosa keserakahan. Kita melihat alam hanya sebagai "sumber daya" untuk dikeruk, bukan sebagai "karya seni" Tuhan untuk dirawat. Ketika banjir melanda saudara kita, ketika udara di kota-kota kita menjadi abu-abu karena polusi, itu bukan sekadar bencana alam; itu adalah jeritan ciptaan yang sedang "mengerang" (Roma 8:22) karena kegagalan kita menjadi pengelola yang baik.
Teologi Ekologi dalam kacamata Reformed mengajarkan kita bahwa merawat lingkungan bukan sekadar tren aktivis sosial, melainkan sebuah Ibadah. Membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan plastik, dan menanam pohon adalah bentuk ketaatan kita kepada Sang Pencipta. Kita tidak bisa berkata mengasihi Sang Pencipta (Tuhan) sambil merusak ciptaan-Nya (Bumi).
2. Refleksi Digital: Teknologi sebagai Anugerah Umum (Common Grace)
Tahun ini, mungkin 80% waktu sadar kita habis di depan layar. Kita hidup di era Artificial Intelligence, media sosial, dan konektivitas tanpa batas. Apakah ini jahat? Tidak. Dalam teologi kita, kemampuan manusia menciptakan teknologi adalah bukti Anugerah Umum (Common Grace)—sisa-sisa peta teladan Allah (Imago Dei) dalam diri manusia yang kreatif.
Namun, kita harus waspada. Teologi Digital mengingatkan kita bahwa teknologi adalah hamba yang baik, tetapi tuan yang kejam.
Tanya pada diri Saudara sendiri:
- Apakah gawai (gadget) mendekatkan kita pada kebenaran, atau justru menjauhkan kita dari sesama?
- Apakah algoritma media sosial mendikte emosi kita, atau Firman Tuhan yang memimpin hati kita?
- Apakah kita menggunakan ruang digital untuk menyebarkan "kabar baik" atau "kabar bohong" (hoaks)?
Sebagai warga gereja, kita dipanggil untuk melakukan Digital Discipleship (Pemuridan Digital). Kita harus menaklukkan algoritma di bawah kaki Kristus. Jangan biarkan jempol kita mengetik kebencian. Jadikan ruang digital sebagai mimbar di mana kasih Kristus terpancar. Ingatlah, dosa tidak hanya terjadi secara fisik; dosa di dunia maya tetaplah dosa di mata Tuhan yang Maha Tahu.
3. Soli Deo Gloria: Hidup Bagi Kemuliaan Allah di Segala Ruang
Saudaraku, pesan penutup tahun ini sederhana namun mendalam.
Kita tidak dipanggil untuk lari dari dunia (askese), tetapi kita dipanggil untuk terjun ke dalam dunia—baik fisik maupun digital—dan memancarkan terang Kristus di sana.
Tahun depan, marilah kita berkomitmen:
- Menjadi Warga Kerajaan Allah yang Hijau: Yang merawat bumi Indonesia, yang tidak boros, yang menghargai setiap tetes air dan sehelai daun sebagai milik Tuhan.
- Menjadi Warga Kerajaan Allah yang Bijak Digital: Yang tidak diperbudak oleh tren, yang memverifikasi kebenaran sebelum membagikan berita, dan yang menggunakan teknologi untuk memuliakan nama-Nya.
Ingatlah prinsip Coram Deo: Kita hidup di hadapan wajah Allah. Baik saat kita menanam pohon di halaman rumah, maupun saat kita mengetik status di media sosial, lakukanlah semuanya itu Soli Deo Gloria (Hanya untuk Kemuliaan Allah).
Tuhan Yesus, Sang Penguasa Semesta, menyertai langkah Saudara memasuki tahun yang baru.
Doa Penutup
Mari kita berdoa,
Bapa kami yang bertahta di dalam Kerajaan Sorga, Sang Arsitek Agung semesta alam.
Kami datang dengan hati yang hancur dan penuh penyesalan di penghujung tahun ini. Kami mengaku, ya Tuhan, seringkali kami gagal memandang alam ciptaan-Mu sebagai mandat suci. Kami telah membiarkan keserakahan merusak tanah air kami, dan kami telah membiarkan teknologi memperbudak hati kami yang seharusnya hanya tertuju pada-Mu.
Ampunilah kami, ya Tuhan. Basuhlah kami dengan darah Kristus yang mahal.
Tuhan, di tahun yang baru nanti, anugerahkanlah kami hikmat Roh Kudus. Jadikanlah kami penatalayan (steward) yang setia atas bumi Indonesia yang indah ini. Ajar kami mencintai hutan, laut, dan udara sebagai wujud kasih kami kepada-Mu.
Berikan pula kami kebijaksanaan di dunia digital. Pimpinlah jari-jari kami agar hanya menyuarakan kebenaran, kasih, dan damai sejahtera. Biarlah setiap klik, setiap unggahan, dan setiap interaksi kami menjadi dupa yang harum di hadapan-Mu.
Kami serahkan tahun yang akan datang ke dalam tangan pemeliharaan-Mu yang sempurna (Providensia). Biarlah hidup kami, baik di dunia nyata maupun maya, menjadi saksi bagi kemuliaan Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup.
Di dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus, kami berdoa. Amin.
TUHAN ATAS HUTAN DAN ALGORITMA