Saudara-saudari terkasih di dalam Kristus,
para pelayan, penatua, diaken, pendeta, dan seluruh peserta Sidang Sinode GPM ke-39,
Kita berkumpul di tempat ini bukan semata-mata karena jadwal organisasi, tetapi karena panggilan Allah yang mengundang Gereja-Nya untuk menunduk di hadapan-Nya.
Kita datang dengan membawa keberhasilan dan kegagalan, sukacita dan luka, kekuatan dan kelemahan. Namun, di ruang kudus ini, semuanya kita letakkan di altar kasih Tuhan agar Gereja kembali dihidupkan oleh Roh Kudus.
Sidang Sinode bukan sekadar forum laporan dan keputusan, ini adalah ziarah rohani Gereja.
Di sinilah kita belajar lagi apa artinya setia, mendengar, dan melayani.
Ketika Gereja menunduk di hadapan Tuhan, ia tidak kehilangan wibawa; justru di sanalah ia menemukan arah, kekuatan, dan kebijaksanaannya.
1. Sidang Sinode adalah perjumpaan rohani, bukan sekadar agenda administratif.
Segala laporan, program, dan keputusan penting, tetapi roh di balik semuanya itulah yang menentukan arah Gereja.
Pertanyaan yang perlu kita renungkan bukan “Apa keputusan kita?”, tetapi “Apakah kita sungguh mendengar apa yang Tuhan kehendaki bagi GPM?”
Sinode yang sejati terjadi ketika kita tidak hanya berbicara tentang Tuhan, tetapi memberi ruang agar Tuhan berbicara melalui kita.
Sebab Roh Kudus tidak boleh hanya disebut di awal sidang, tetapi harus dirasakan bekerja hingga keputusan terakhir diambil.
Biarlah seluruh proses ini menjadi bentuk ketaatan kita, bukan sekadar kesepakatan administratif.
2. Gereja sedang membangun warisan rohani, bukan sekadar laporan kerja.
Keputusan-keputusan Sinode akan menjadi arah dan warisan yang menentukan wajah GPM menuju satu abad pelayanannya.
Setiap kata yang kita ucapkan, setiap keputusan yang kita ambil, harus lahir dari kasih, bukan dari kepentingan.
Kita tidak sedang menulis riwayat pribadi atau kelompok, tetapi sedang menulis bab baru dalam sejarah Gereja Allah di tanah Maluku dan Maluku Utara.
Karena itu, marilah kita berhati-hati: kebesaran Gereja tidak diukur dari siapa yang paling didengar, tetapi dari siapa yang paling mau mendengar Tuhan.
Hanya Gereja yang tunduk kepada Tuhan yang akan mampu menuntun umatnya dengan benar.
3. Perbedaan pandangan adalah anugerah, bukan ancaman.
GPM adalah rumah besar yang dibangun dari banyak perbedaan: budaya, bahasa, pandangan, dan pengalaman iman.
Namun perbedaan itu bukan alasan untuk curiga atau berjarak, itu adalah tanda kekayaan kasih Allah.
Kita tidak dipanggil untuk menyeragamkan, tetapi untuk saling memperkaya.
Kesatuan yang sejati bukan berarti kita sama, tetapi kita memilih untuk tetap berjalan bersama, meski berbeda arah pandang.
Kesatuan bukan keseragaman, tetapi komitmen untuk terus memelihara kasih Kristus di tengah perbedaan.
Ketika Gereja mampu merangkul perbedaan, di situlah ia benar-benar mencerminkan wajah Kristus yang memeluk semua orang.
4. Menatap masa depan dengan iman, bukan dengan ketakutan.
Dunia berubah cepat, dan Gereja tidak bisa hidup dalam pola lama sambil berharap hasil yang baru.
Kita menghadapi era digital, krisis moral, dan kejenuhan iman generasi muda.
Namun jangan takut! Gereja yang berani berubah adalah Gereja yang percaya bahwa Roh Kudus masih bekerja.
GPM harus menjadi Gereja yang hidup, terbuka, berpikir kreatif, dan melayani dengan relevan tanpa kehilangan arah Injil dan karakter Kristus.
5. Keputusan Sinode harus menjadi doa yang dihidupi, bukan dokumen yang disahkan.
Kita akan menghasilkan banyak keputusan, tetapi nilai sejatinya ditentukan bukan oleh isi teksnya, melainkan oleh roh yang menghidupinya.
Keputusan tanpa kasih hanya menjadi arsip; keputusan yang dijalankan dalam iman menjadi berkat.
Marilah kita berkomitmen agar setiap hasil Sidang bukan berhenti di lembar laporan, melainkan hidup dalam tindakan nyata, dalam sikap pelayanan, dalam kesaksian kasih.
GPM harus terus dikenal bukan karena kuatnya struktur, tetapi karena nyatanya kasih di tengah dunia.
Keputusan Sinode yang sejati adalah yang membuat dunia melihat Kristus melalui cara Gereja melayani.
6. Sidang boleh berakhir, tetapi panggilan tidak pernah selesai.
Ketika doa penutupan dinaikkan, Sidang mungkin berakhir, tetapi justru di sanalah pelayanan dimulai kembali.
Kita kembali ke klasis dan jemaat masing-masing dengan tanggung jawab baru: memelihara persekutuan, membangun kesetiaan, dan menyalakan semangat pelayanan.
Sidang yang berhasil bukan yang menghasilkan banyak keputusan, tetapi yang melahirkan banyak pelayan yang rendah hati, sabar, dan setia.
Sidang selesai ketika doa ditutup, tetapi pelayanan baru dimulai ketika hati dibuka.
7. Pemilihan MPH Sinode : Momen Kudus Menentukan Arah Gereja.
Sidang ke-39 ini membawa tanggung jawab besar : memilih Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM 2025-2030.
Proses ini bukan sekadar mekanisme organisasi, ini adalah liturgi iman, di mana Gereja menyerahkan kepemimpinan ke tangan orang-orang yang dipilih oleh Allah melalui hikmat umat-Nya.
Sebelum memilih atau mengusulkan nama, marilah kita berhenti sejenak dan bertanya kepada hati nurani:
"Apakah saya memilih karena kesetiaan atau karena kedekatan?”
“Apakah saya menimbang dengan iman atau dengan kepentingan pribadi?”
Ingatlah, pemimpin Gereja bukan dipilih untuk berkuasa, tetapi untuk melayani.
Bukan untuk ditinggikan, tetapi untuk menunduk dalam kasih.
MPH Sinode yang baru harus menjadi wajah kasih Kristus, pemimpin yang memimpin dengan hati, bukan hanya dengan jabatan.
Setiap suara yang kita berikan bukan sekadar angka, tetapi doa jemaat, harapan umat, dan kepercayaan Allah yang harus dijaga dengan gentar dan hormat.
Tuhan tidak mencari pemimpin yang sempurna, tetapi yang bersedia dipakai untuk menyempurnakan kasih-Nya di tengah Gereja, masyarakat dan semesta ciptaan-Nya.
Penutup:
Kiranya Sidang Sinode ke-39 ini menjadi ruang kudus di mana Gereja bukan hanya mengambil keputusan, tetapi juga diperbaharui oleh kasih dan panggilan Allah.
Semoga Roh Kudus menuntun setiap proses, setiap hati, dan setiap suara, agar seluruh perjalanan ini menjadi wujud nyata dari ketaatan kepada kehendak-Nya.
Terpujilah Allah yang telah memanggil GPM menjadi terang di tanah Maluku dan Maluku Utara, terang yang tak redup oleh waktu, kasih yang tak padam oleh perbedaan, dan kesetiaan yang tak luntur oleh perubahan zaman.
Soli Deo Gloria.
Pdt. Sammy Sahulata
Elya G. Muskitta, Elya Muskitta, Sinode Am GPI, Refleksi.Online, Gerejabersaudara.id , Gereja Bersaudara, Sammy Sahulata
SAAT GEREJA MENUNDUK DI HADAPAN TUHAN