Pendahuluan
Matius 20:20-21 menceritakan permintaan ambisius ibu Yakobus dan Yohanes untuk kedudukan terhormat dalam kerajaan Yesus. Respons Yesus menegaskan bahwa kepemimpinan Kristen bukan tentang kekuasaan, tetapi pelayanan dan pengorbanan. Renungan ini menggali relevansi pesan ini dalam dinamika gereja, politik, dan sosial Indonesia kontemporer.
Eksposisi Teks
Yesus mengoreksi ambisi duniawi dengan mengajarkan kepemimpinan hamba ("Barangsiapa ingin menjadi besar, hendaklah ia menjadi pelayan"). Kepemimpinan Kristen diukur dari kesediaan menderita dan melayani, bukan posisi atau pengaruh.
Aplikasi Kontekstual
- Gereja: Antara Prestise dan Pelayanan
Di Indonesia, beberapa gereja mungkin terjebak dalam pengejaran "keberhasilan duniawi" seperti megachurch, popularitas pendeta, atau program yang berfokus pada kemakmuran. Hal ini bertentangan dengan panggilan untuk melayani yang terpinggirkan. Gereja perlu merefleksikan apakah programnya berpusat pada pertumbuhan jemaat atau transformasi sosial. Contoh positif: Gereja yang aktif dalam pendidikan anak jalanan atau bencana alam. - Politik: Kekuasaan vs. Kesetiaan pada Nilai Kerajaan
Umat Kristen di Indonesia sering dihadapkan pada dilema: bersekutu dengan kekuatan politik untuk pengaruh atau mempertahankan integritas iman. Dukungan kepada partai/kebijakan yang diskriminatif (misalnya, terhadap minoritas agama atau etnis) bertentangan dengan prinsip keadilan. Yesus menolak "permintaan kursi kehormatan" politik yang mengorbankan kebenaran. Gereja harus menjadi suara nubuat, bukan alat kekuasaan. - Sosial: Menjadi Garam dan Terang dalam Pluralisme
Indonesia yang majemuk membutuhkan pelayanan yang merangkul perbedaan. Isu seperti ketimpangan ekonomi, intoleransi, dan perusakan lingkungan memerlukan respons gereja yang berpihak pada korban ketidakadilan. "Minum cawan penderitaan" Yesus bisa berarti bersuara melawan diskriminasi, seperti kasus intoleransi terhadap Ahmadiyah atau Syiah, atau membela hak masyarakat adat Papua.
Tantangan Kontemporer
- Prosperity Gospel vs. Kepemimpinan Hamba : Ajaran yang menjanjikan kekayaan mudah bertentangan dengan panggilan untuk hidup sederhana dan berbagi.
- Pancasila dan Identitas Kristen : Gereja harus menjadi teladan dalam menghidupi Pancasila, terutama sila "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," dengan mendorong kebijakan inklusif.
- Korupsi dan Integritas : Skandal korupsi di lembaga keagamaan mengikis kepercayaan publik. Gereja perlu menegakkan transparansi sebagai bukti kesaksian iman.
Kesimpulan: Panggilan untuk Melayani
Matius 20:20-21 mengajak gereja di Indonesia untuk menolak ambisi duniawi dan merangkul kepemimpinan hamba. Dalam politik, ini berarti mendukung kebijakan yang adil, bukan sekadar kekuasaan. Dalam sosial, menjadi penggerak rekonsiliasi dan keadilan. Dalam gereja, meneladani Yesus yang "datang untuk melayani, bukan dilayani" (Matius 20:28). Hanya dengan demikian, gereja menjadi saksi otentik kasih Allah di tengah masyarakat yang terbelah.
Kepemimpinan Hamba dalam Konteks Gereja, Politik, dan Sosial Indonesia