Ayat Pokok:
"Sementara Yesus dan murid-murid-Nya berkumpul di Galilea, Yesus berkata kepada mereka: 'Anak Manusia akan diserahkan ke tangan manusia, lalu mereka akan membunuh Dia, dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.' Murid-murid pun sangat sedih."
1. Konteks Firman dan Relevansinya Hari Ini
Dalam perikop ini, Yesus mengingatkan murid-Nya tentang penderitaan, kematian, dan kebangkitan-Nya. Murid-murid "sangat sedih" karena mereka belum memahami makna kebangkitan—bahwa kemenangan Allah justru lahir dari kematian. Hari ini, gereja di Indonesia juga berada dalam "Galilea" modern: suatu ruang di mana iman diuji oleh kompleksitas sosial, ekonomi, dan politik.
2. Dinamika Tantangan di Indonesia
- Sosial: Polarasi masyarakat, konflik identitas, dan marjinalisasi kelompok minoritas.
- Ekonomi: Ketimpangan sosial, kemiskinan struktural, dan dampak pandemi yang berkepanjangan.
- Politik: Korupsi, ketidakadilan sistemik, serta tarik-menarik kepentingan yang mengorbankan rakyat kecil.
Gereja berada di tengah "Galilea" ini, di mana keputusan untuk setia pada panggilan Kristus sering kali diiringi risiko penderitaan, seperti kritik, tekanan sosial, atau bahkan diskriminasi.
3. Pembelajaran dari Kebangkitan: Harapan di Tengah Keterpurukan
Yesus menegaskan bahwa kebangkitan-Nya adalah janji kemenangan Allah atas kegelapan. Bagi gereja hari ini, ini berarti:
- Keterlibatan yang Berani: Gereja tidak boleh pasif. Seperti Yesus yang "diserahkan ke tangan manusia", gereja harus berani masuk ke dalam dinamika masyarakat—menjadi suara nubuat bagi keadilan, melayani yang terpinggirkan, dan menjadi agen rekonsiliasi di tengah polarisasi.
- Pengharapan yang Radikal: Kebangkitan mengajarkan bahwa Allah bekerja melalui kelemahan. Gereja harus menolak pesimisme atau sikap apatis. Sebaliknya, ia harus menjadi saksi harapan yang menginspirasi transformasi, bahkan ketika situasi tampak gelap.
- Persatuan dalam Tubuh Kristus: Murid-murid awal berselisih tentang kekuasaan (Mat. 18:1), tetapi kebangkitan Kristus menyatukan mereka dalam misi. Gereja di Indonesia perlu mengatasi perpecahan internal dan bersatu dalam kasih Kristus untuk menjadi garam dan terang yang efektif.
4. Aplikasi Praktis untuk Gereja
- Advokasi Sosial: Gereja harus menjadi pelopor dalam isu-isu seperti perlindungan lingkungan, hak pekerja, dan pendidikan inklusif.
- Pendidikan Iman yang Kontekstual: Mengajarkan iman yang tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga mendorong umat untuk menjadi "kader-kader kebangkitan" yang aktif memperbarui masyarakat.
- Kolaborasi Antarumat Beragama: Menjadi contoh kerukunan dengan merangkul perbedaan, sekaligus tetap setia pada identitas Kristiani.
5. Penutup: "Pada Hari Ketiga, Ia Dibangkitkan"
Penderitaan Yesus bukan akhir, melainkan jalan menuju kebangkitan. Demikian pula, gereja di Indonesia tidak boleh larut dalam keputusasaan. Di tengah tantangan yang mendera, Allah mengajarkan bahwa kematian—entah kematian ego, kepentingan, atau ketakutan—dapat melahirkan kehidupan baru. Mari menjadi gereja yang berani "kembali ke Galilea", tempaan iman yang menghasilkan kesaksian nyata akan kasih dan kebangkitan Kristus.
Refleksi untuk Diri Sendiri:
- Apakah saya bersedia "diserahkan ke tangan manusia" untuk melayani dalam konteks yang penuh tantangan?
- Bagaimana kebangkitan Kristus memampukan saya/tujuan gereja saya untuk menjadi pembawa harapan di tengah krisis?
Selamat merenung, dan Tuhan memberkati pelayanan kita di "Galilea" hari ini!
"Kembali ke Galilea" dalam Dinamika Gereja di Tengah Tantangan Indonesia